Serangan Israel telah menewaskan Bilal Jadallah, salah satu jurnalis paling dihormati di Gaza. Kematian Jadallah menambah daftar panjang wartawan dan pekerja media yang meninggal selama perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Ucapan bela sungkawa dan penghormatan mengalir untuk Jadallah setelah serangan Israel pada Minggu (19/11/2023) yang merenggut nyawanya. Kepada Reuters, adik perempuan Jadallah mengatakan bahwa sang kakak sedang berkendara menuju selatan Kota Gaza, namun terbunuh setelah tembakan tank Israel menghantam mobilnya di wilayah Zeitoun.
Sebagai jurnalis senior, Jadallah merupakan direktur Press House-Palestine, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk melatih jurnalis masa depan Palestina.
Didirikan pada 2014, Press House-Palestine bertujuan untuk meningkatkan kebebasan berekspresi melalui program pelatihan, advokasi dan jaringan. Sebagian besar jurnalis di Gaza, bahkan di seluruh Palestina, mengenal sosok Jadallah.
Jadallah telah bekerja dengan banyak jurnalis Gaza. Program bimbingannya membantu banyak jurnalis lokal memulai karir mereka di dunia jurnalistik.
Seorang jurnalis yang tinggal di Gaza, Motaz Azaiza merasa kehilangan dengan kematian Jadallah.
“Setiap jurnalis yang saya kenal di Gaza mengatakan bahwa dia (Jadallah) seperti ayah bagi mereka. Dia dikenal sebagai pendengar yang hangat dan penuh kasih sayang. Seorang penyemangat. Seorang penanam mimpi. Guru. Seorang pelatih,” ujar Motaz.
“Dia membuat jurnalis muda Palestina percaya pada diri mereka sendiri. Dia membuat mereka berhenti menganggap diri mereka sebagai orang yang ‘ingin menjadi jurnalis’ dan membantu mereka melihat dan percaya bahwa mereka adalah jurnalis,” Motaz menambahkan.
Ali Jadallah, adik laki-laki Bilal Jadallah, mengatakan bahwa sang kakak bertekad untuk tetap tinggal di Kota Gaza karena percaya bahwa dia memiliki kewajiban moral untuk memberitahu dunia tentang apa yang dia lihat.
“Dia berupaya keras untuk mendukung semua jurnalis lepas, melindungi mereka, mengatur kursus keselamatan bagi mereka dan memberi mereka alat pelindung diri,” ujar Ali Jadallah.
Selama perang yang sedang berlangsung, Jadallah bekerja keras untuk memastikan Press House-Palestine memberikan dukungan bagi jurnalis yang meliput pemboman di Gaza, termasuk menyediakan peralatan keselamatan dan teknis.
Jadallah juga menjadi ‘tuan rumah’ bagi anggota delegasi internasional untuk menunjukkan kepada mereka pelanggaran Israel terhadap warga Palestina di Gaza.
Koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland menyebut Jadallah sebagai jurnalis profesional, berpengetahuan dan bersemangat. “Dia (Jadallah) mengabdikan hidupnya untuk kebebasan jurnalisme dan perlindungan jurnalis,” ujarnya.
Duta besar Palestina untuk Inggris, Husam Zumlot menyebut kematian Jadallah sangat menghancurkan. Dia meminta para pembunuh Jadallah diadili.
Jurnalis sering menjadi sasaran sejak awal perang. Dua jurnalis lepas, Hassouna Sleem dan Sary Mansour meninggal dunia pada Sabtu (18/11/2023) dalam serangan Israel di kamp pengungsi Bureij, di pusat Gaza.
Perang yang sedang berlangsung telah menyebabkan lebih banyak jurnalis terbunuh pada bulan pertama konflik dibandingkan perang lainnya sejak Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) pertama kali mulai menyusun statistik jurnalis yang meliput konflik pada tahun 1992.
Sekretaris Jenderal Reporters Without Borders, Christophe Deloire menggambarkan jumlah jurnalis yang meninggal dunia sangat mengejutkan dan kemungkinan akan meningkat.
Leave a Reply
Lihat Komentar